Sebab Sebuah Pencarian....
Dalam ranah
pelayanan gerejawi, salah satu hal yang dapat membuat seorang gembala frustrasi
adalah keberadaan domba-domba sulit. Bayangkan, apa jadinya jika gembala itu
harus harus berjumpa dengan 10, 20, 30, bahkan ratusan domba sulit di dalam
ranah pelayanannya ? Apakah sang gembala harus bilang WOW? J
Dalam masa
praktik jemaat beberapa waktu lalu, saya menjumpai beragam tipe domba sulit.
Seringkali orang-orang yang suka mengkritik secara pedas digolongkan ke dalam
kelompok domba sulit. Faktanya, domba sulit tidak hanya sebatas orang yang suka
mengkritik dengan tajam. Ada domba sulit yang hanya suka memerintah gembalanya
dan menjadikan gembalanya sebagai pembantu. Ada domba sulit yang mengatakan
sanggup untuk melakukan tugas tertentu tapi tidak melakukan tugasnya. Ada domba
sulit yang suka menggosip. Ada domba sulit yang marah dan lari jika idenya
tidak diterima. Ternyata domba sulit itu pun memiliki keanekaragaman tipe.
Tidak dapat
dipungkiri, hati ini sering tersakiti ketika berjumpa dengan domba-domba sulit.
Namun, di tengah-tengah rasa sakit itu, saya bertanya pada Tuhan. Bagaimana
saya harus menghadapinya? Bagaimana saya dapat bekerjasama dengan orang-orang
sulit ini agar dapat membuahkan buah yang positif? Dalam pergumulan itu, saya
teringat dengan sebuah buku tipis karangan Alm. Pdt. Eka Darmaputera yang saya
pernah beli, namun belum sempat saya baca. Buku ini berjudul 10 Tipe Orang Menyebalkan dan Cara
Menghadapi secara Alkitabiah. Saya juga mencoba menjilati remah-remah dari
lautan informasi luas namun terbatas lewat sebuah pencarian pada google books dengan frasa kunci “dealing with difficult people”. Di sana
saya menemukan sebuah buku menarik yang berjudul Dealing with difficult people: Handling problem people in your life
yang diedit oleh Jill Briscoe, seorang istri pendeta. Saya merekomendasikan dua
buku ini untuk dibaca oleh para gembala dan keluarganya yang sedang merasakan
keringkihan ketika menghadapi para domba sulit di jemaatnya.
Mengubah Cara Pandang Siapa?
Dalam menulis
bukunya yang berjudul 10 Tipe Orang Menyebalkan
dan Cara Menghadapi secara Alkitabiah, Darmaputera diinspiasikan oleh Rick
Brinkman dan Rick Kirschner, dua orang yang menulis buku Dealing With People You Can’t Stand. Kedua dokter ini mendefinisikan
orang-orang yang menyebalkan sebagai orang-orang yang tidak melakukan apapun
yang kita sukai, namun melakukan apapun yang tidak kita inginkan atau bahkan
kita larang. Brinkman dan Kirscher mengusulkan sebuah strategi untuk
berhubungan dengan orang-orang menyebalkan itu, yakni dengan kesediaan yang
tulus dari diri kita untuk membangun jembatan terhadap mereka yang menyebalkan.
Membangun jembatan dimulai dengan membangun kepercayaan. Kepercayaan hadir
karena adanya ketulusan dan sikap mau mendengarkan. Dengan demikian, kita harus
bersikap pro-aktif terhadap mereka yang menyebalkan, bukan menghindari mereka (Darmaputera
2010, 1-12).
Respons Darmaputera
terhadap ide dari Brinkman dan Kirschner sangat menarik. Ia mengatakan bahwa
jika kita berhadapan dengan orang “menyebalkan”, paling sedikit berusahalah
agar kita tidak “menyebalkan” bagi mereka (Darmaputera 2010, 12). Menurut saya,
ide ini sangat menarik. Ini berarti kita harus mengubah cara pandang kita
terlebih dahulu agar dapat berhadapan dengan orang yang “menyebalkan”.
Jill Briscoe, editor
buku Dealing with difficult people:
Handling problem people in your life, berhasil mengubah sudut pandangnya
terhadap orang sulit setelah bergumul selama 30 tahun. Selama rentang waktu
itu, istri pendeta ini merasa kelelahan karena ia tidak henti-hentinya
mendengar kritikan dari domba-domba sulit terhadap suaminya. Dengan kreativitasnya,
pada bagian pendahuluan ia membuat kata difficult
menjadi sebuah kiat untuk menghadapi domba-domba sulit (Briscoe 2003, v).
D – deliberately. Go out
of your way to make friends with difficult people. It’s amazing what a
friendships can do. More people are lonely.
I – investigate what the
Bible says about the problem, then apply the truth you learn
F – forgive them for
being difficult.
F – forgive them again!
I – Intercede for them.
It’s hard to be irritated with someone, when you’re in the presence of God.
C – Confront the
difficulty and try to talk with them about it. A third part may help to reffere
if necessary.
U – Understand “why” the
person is behaving like he or she is.
L – Love them practicaly.
Do something for them they don’t deserve
T – Thank God daily for
the difficult people in your life. Praise change relationships. You’ll see.
Bukankah permainan kata ini adalah contoh yang menarik? Kata
difficult mendapat sebuah kreasi
sehingga difficult tidak lagi menjadi
difficult, tetapi menjadi sebuah kata
yang sarat makna dan kiat jitu untuk menghadapi si difficult. Dengan mengubah
cara pandang kita terhadap domba-domba yang sulit, kita akan memiliki belas
kasih ketika berhadapan dengan mereka.
Saya sendiri
pernah berjuang melawan sudut pandang saya terhadap domba yang menyebalkan
semacam ini. Ada seorang jemaat yang entah mengapa menyebarkan berita bohong
tentang saya. Dia mengatakan bahwa saya menyakiti dia dengan sengaja. Awalnya
saya tidak tahu bahwa gosip ini sudah tersebar, sampai salah seorang jemaat
memberi-tahu saya. Saya terkejut karena saya merasa tidak pernah melakukan
kekeliruan itu padanya. Banyak jemaat yang menuntut saya untuk meminta maaf
kepadanya. Setelah merenung-renung dan mendapatkan masukkan dari para sahabat,
saya memutuskan untuk berkunjung ke rumahnya. Ternyata, pada saat perkunjungan
itu, saya mengerti mengapa ia menyebarkan gosip itu. Ya, dia hanya ingin saya
memperhatikannya. Kehidupannya suram. Ia dibuang oleh orang tuanya yang kaya
raya karena ia adalah seorang difable. Ia
tidak menikah, hidup sendirian dalam keterasingan karena ia merasa bahwa semua
orang membencinya. Saat saya datang ke rumahnya, tanpa mengucapkan kata maaf,
ia sudah tersenyum. Ia membiarkan saya masuk ke rumahnya, menemaninya mengaduk
adonan kue, sambil mendengarkan kisahnya yang menyedihkan. Tuhan pun bekerja,
Ia mengubah sudut pandang saya terhadap domba menyebalkan ini. Kemarahanku
telah diubahNya menjadi rasa kasih dan iba terhadap domba menyebalkan ini.
Trik menghadapi Mereka: “Mendesis, bukan menggigit”
Ajahn Brahm, dalam Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya I, menceritakan sebuah kisah yang menarik tentang seekor ular jahat. Ular jahat ini bertobat setelah mendengar ceramah di vihara. Ia bersumpah untuk tidak menggigit orang lagi. Awalnya banyak orang yang tidak percaya. Mereka tetap merasa takut pada mantan ular jahat itu. Hingga satu saat, ada pemuda yang berani menggoda ular ini, namun ular itu hanya tersenyum dan tidak menggigitnya. Orang-orang di sekitar ular itu mulai yakin bahwa ular itu sudah benar-benar bertobat. Singkat cerita orang-orang di sekitar ular itu mulai menghina ular ini bahkan melemparinya sampai ia kesakitan. Mantan ular jahat ini tetap diam sampai pada batas kesabarannya. Akhirnya, ia berkeluh kesah pada ular suci. Ular suci tersenyum, lalu ia berkata, “Saya hanya melarangmu untuk tidak menggigit, namun itu bukan berarti bahwa kamu tidak boleh mendesis.” Dengan demikian, memiliki kasih kepada domba yang menyebalkan bukan berarti membiarkan mereka berlaku seenaknya pada kita. Memiliki belas kasih dapat berarti “mendesis” kepada mereka, namun tidak “menggigit” mereka.
Darmaputera memaparkan kiat-kiat
mendesis dengan baik untuk ketika menghadapi domba-domba yang menyebalkan.
Kiat-kiat ini tersebar dalam seluruh tulisannya. Namun menurut saya,
Darmaputera ingin mengatakan bahwa kita harus mengenali dulu tipe orang
menyebalkan mana yang kita hadapi. Perlu diingat bahwa ada banyak tipe orang
yang menyebalkan. Darmaputera menyebut ada 10 tipe orang menyebalkan, yakni
tipe “tank”, tipe “sniper”, tipe “granat”, tipe “mister tahu segala”, tipe “saya
juga tahu”, tipe “manusia seribu janji”, tipe “makhluk negatif”, tipe “barangkali”,
tipe “tanpa ekspresi dan tipe “tanpa opini” (Darmaputera 2010, 34-169). Untuk
menghadapi kesepuluh tipe itu, kita perlu menggunakan strategi khusus.
Pendekatan yang digunakan untuk tiap tipe berbeda-beda. Cara “mendesis” (dalam
bahasa Briscoe: mengkonfrontasi sifat dan pemikiran mereka) terhadap mereka pun
berbeda-beda dan tidak dapat disama-ratakan. Sikap inilah yang disebut cerdik
seperti ular dan tulus seperti merpati.
Penutup
“Gembalakanlah domba-domba-Ku!”
kata Yesus kepada
Petrus
Tiga kali Yesus mengatakan hal ini kepada Petrus. Tuhan Yesus meminta Petrus, dan juga kita sebagai para gembala yang ringkih, untuk menggembalakan domba-domba-Nya. Dia tidak mengatakan, “Gembalakanlah domba-domba-Ku yang mau diatur dan tinggalkanlah domba-domba-Ku yang menyebalkan!” Ini berarti kita harus mengembalakan semua domba-domba-Nya, termasuk domba yang menyebalkan. Demikian juga dengan Kristus, Ia tidak meninggalkan domba yang hilang, ia justru mencari domba yang terhilang.
Pada
akhirnya, saya berefleksi bahwa kita tidak akan mampu menghadapi domba-domba
yang menyebalkan tanpa tuntunan tangan Tuhan. Kiranya Tuhan menolong para
gembala untuk memiliki hati yang penuh kasih untuk mengasihi domba-domba yang
menyebalkan. Kiranya Tuhan menolong kita untuk bersikap bijaksana ketika
berjumpa dengan domba-domba yang menyebalkan.
Tuhan, tolonglah kami untuk menggembalakan domba-domba yang
menyebalkan!
Tuhan, gembalakanlah kami jika kami pun menjadi gembala
yang menyebalkan!
Amin.
Sumber:
Brahm, Ajahn. 2009. Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 1. Jakarta: Awareness Publication
Briscoe, Jill. 2003. Dealing with difficult people: Handling problem people
in your life. Eastbourne: Kingsway Communication.
Darmaputera, Eka. 2010. 10 Tipe orang Menyebalkan dan Cara Menghadapi Secara Alkitabiah. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
emsiseyar
Emsiseyar...
BalasHapustulisanmu benar-benar menolong bukan hanya saya namun saya kira semua orang yang dalam kehidupan seseharinya tidak pernah luput dari yang namanya perjumpaan dengan orang lain, sesulit apapun orang itu dan seringkih apapun kita, perjumpaan dengan sesama tentulah tak terelakkan. Dan bagi saya ketika saya membaca tulisanmu dan menengok kembali pada pengalaman pelayanan saya selama ini, saya menyadari bahwa saya pun dalam proses panjang jantuh dan bangun dalam berelasi dengan orang-orang yang kadung kita beri stempel "sulit". baru-baru ini di tempat saya bergereja sekarang, ada seorang bapak yang dicap "sulit" bahkan "trouble maker" bagi para hamba Tuhan hanya karena si bapak ini pengetahuan alkitab dan teologinya lebih dibanding anggota jemaat yang lain. belakangan saya baru tahu bahwa dia begitu karena dia punya semangat dan rasa penasaran untuk mempelajari alkitab, sekalipun dia bukan seorang lulusan teologi. dan dari sekian banyak orang yang saya jumpai selalu mereka memperingati saya untuk tidak berelasi dengan orang tersebut cukup tersenyum dan jabat tangan saja, wis cukup. Namun saya tidak mau termakan pandangan orang lain. entah bagaimana ceritanya, saya dan bapak yang dicap sulit itu menjadi cukup baik relasinya. Beberapa kali dia memberi saya file-file bacaan yang saya kira sayang untuk diabaikan begitu saja. dan belakangan saya baru tahu juga kalau bapak ini bisa dijadikan cermin bagi saya untuk mengoreksi diri :) maka tidak selalu yang dicap orang banyak sebagai sulit itu memang menyulitkan. Apalagi setelah saya tahu latar belakangnya, maka memaklumi adalah pilihan saya.
terimakasih emsiseyar :)